‘친구 – Friend’
Author : Pabo Namja
Cast : Kim JongIn, Seo JuHyun
Type : One Shoot
Genre : Friendship, School Life
Inspired from K-Drama ‘Queen of Classroom’
**
“Kim Jongin…” suara berat dari seorang wanita, memotong
penjelasan panjang lebar murid bernama Kim JongIn.
“Ne… Seonsaengnim…” jawab JongIn ragu.
Wanita yang senantiasa memasang wajah dingin dan jarang
tersenyum itu meletakan penggaris yang sedari tadi dia pegang, kembali keatas
meja. Dengan pakaian yang mencitrakan pekerjaannya sebagai staf pengajar, dia
melangkah menuju meja JongIn.
.tap .. tap.. tap..
Suara highheels yang menyentuh lantai putih itu mencuri
perhatian seluruh penghuni kelas. 30 pasang mata dari murid ‘Anyang Junior High
School’ kelas 7-C, melemparkan tatapan khawatir dan cemas secara bergantian,
pada murid bernama Kim JongIn yang duduk di barisan paling belakang dan guru
yang sangat disiplin ‘Hwang saem’.
“Byun BaekHyun, Do KyungSoo, Jung Sooyeon, Lee Sunkyu…” ucap
Hwang saem saat dia sudah berada didepan meja JongIn. “Bukan Cuma tentang
mereka rahasia yang aku ketahui.” Lanjutnya.
“Kalian yang berindentitas murid 7-C, aku selalu memantau apa
yang kalian lakukan.” Hwang Saem meletakan tangannya di bahu JongIn memberikan
isyarat pada muridnya untuk duduk.
“Aku selalu bilang pada kalian, jangan menjadi manusia yang
hidup dibelakang topeng. Aku tahu, siapa diantara kalian yang hanya bermuka
manis disini dan menuntutku dibelakang. Aku tahu betul.”
Hwang saem mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kelas.
Sebisa mungkin seluruh murid menghindari matanya bertumbukan dengan iris hitam
guru mereka.
“Jung SooYeon,,” Hwang saem membalikan badannya ke meja didepan
JongIn. Meja milik murid perempuan yang terkenal karena cantik, orang kaya dan
pintar itu – Jung SooYeon. SooYeon, merasa namanya disebut dia menatap gemetar
guru dibelakangnya.
“Kau memang memiliki jiwa kepemimpinan..” ucap Hwang saem dengan
senyum dingin diwajahnya. “Bukan Cuma warga kelas yang berhasil kau ketuai,
tapi orang tua dari murid dikelaspun berhasil kau koordinir untuk menuntutku..”
SooYeon menundukan kepalanya, dia merasakan berjuta beban
menimpa tengkuknya. Sama sekali tidak ada kekuatan untuk mengangkat kepalanya.
“Kemarin, ibu kalian datang menemuiku.” Lanjut Hwang Saem sambil
berjalan mengitari kelas yang sepi. “Mereka menuntutku atas cara mengajarku
yang keras, itukah yang kalian adukan? Tapi karena ibu kalian dan aku, sama –
sama perempuan, mereka mengerti tentang cara didikku.”
“Semua ibu kalian datang, kecuali ibumu Kim JongIn.” Tangan
mulus milik Hwang Saem kembali mendarat dipundak JongIn. Lelaki berkulit agak
hitam itu sedikit terperanjat.
“Kemana ibumu?.”
“ah…” JongIn menggaruk canggung tengkuknya sambil melemparkan
senyum kaku. “Aku tinggal dengan kakek Sonsaengnim.. Jadi ibuku tidak tahu.”
Jawab JongIn dengan senyum yang seakan menyampaikan pesan ‘semua memang seperti
itu’.
“Berarti hubungan kalian tidak bergitu dekat?. Sampai ibumu
tidak peduli dengan anaknya dan guru barunya yang tidak wajar.”
“Bukan begitu sonsaengnim… ibuku berada diluar kota. Jadi aku
tidak mungkin menyuruhnya untuk pulang hanya untuk berdemo.. Ibuku sangat
perhatian, kami berdua sangat – sangat dekat..” JongIn terkekeh.
“Begitukah…” ucap Hwang Saem sambil kembali berjalan kedepan
kelas.
“Semua rahasia kalian, aku tahu. Sekali lagi Aku tahu. Dan
sekali lagi aku ingatkan jangan bangga dengan topeng kalian.”
Hwang menatap JongIn intens. Dia bisa merasakan keresahan mulai
menyergapi perasaan muridnya itu.
“Kim JongIn, yang tinggal bersama Kakeknya.Kedua orang tuanya
menikah diusia masih sangat muda. Ayahnya memiliki kebiasaan buruk minum –
minuman keras yang mengantarnya pada dingin sel tahanan.”
Hwang menggantungkan kalimatnya, dia menatap JongIn yang masih
menatapnya. JongIn yang terduduk merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dia
menatap wanita didepan kelas sedang membeberkan luka yang selama ini JongIn
tutup. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi dia merasakan pandangannya
sedikit mengabur.
“Ibumu.. dia meninggalkanmu begitu saja bersama kakekmu. Menikah
dengan lelaki lain dan melupakan tentangmu.”
Hwang melangkah mendekati JongIn yang mulai menunduk dengan
tangan bergetar karena dia mencengkram kuat seragamnya. Hwang merendahkan
posisinya sehingga sejajar dengan JongIn yang terduduk, dia mengusap pelan air
mata JongIn yang mulai berjatuhan.
“Kau tahu kalimat yang sering ibumu katakan saat dia mabuk?.”
“Dia sering berkata padamu ‘aku menyesal bertemu ayahmu,
menyesal melahirkanmu yang menghancurkan masa mudaku, aku tidak pernah
menginginkanmu’.”
Seluruh penghuni kelas menatap Hwang saem dengan pandangan
marah. Ya.. setidaknya mereka masih peduli pada JongIn, murid lelaki yang
selama ini sering mereka pandang sebelah mata karena tingkah dan kelakuannya.
“tidak apa – apa..” ucap Hwang saem sambil menenpuk pelan
punggung JongIn yang mulai mengguncang.
“Aku sekarang tahu, kenapa kau sering bertingkah konyol, sering
mengerjai temanmu, yang berujung tidak ada satupun anak kelas yang peduli
padamu.”
“Benarkan.. tidak ada murid dikelas ini yang mau berteman
dengannya?.” Tanya Hwang sambil menatap seluruh muridnya.
“Kau mencoba membunuh ‘JongIn’ anak yang ditelantarkan, anak
yang kesepian anak yang menjadi korban bully sepupunya sendiri dan membangun
‘JongIn’ baru, anak yang selalu tertawa lebar, bertingkah konyol, mengerjai
semua temanmu,anak bodoh. Kau berhasil JongIn…” ucap Hwang saem yang tangannya
masih setia dipunggungg JongIn. Sekarang bukan Cuma badannya yang bergetar,
suara isakannya pun mulai terdengar.
“Kau takut kesepian bukan? Kau takut sendirian?. JongIn baru tak
ayalnya hanya seorang pengecut. Menutupi kenyataan yang ada dan mengumbar
kepalsuan. Aku turut prihatin pada JongIn yang terkubur jauh didalam hatimu.”
“Sekarang apa yang akan kau lakukan? Terus menghidupkan JongIn
baru atau membangunkan JongIn lama. Semua terasa percuma, semua orang tetap
tidak menganggapmu.”
Rungan kelas yang biasanya riuh dengan suara tawa penghuninya,
kini hanya tersisa ruangan yang terasa penuh dengan isakan. Bukan Cuma JongIn
yang terisak. Bukan.
“Kalian masih ingat dengan video taekwondo beberapa hari yang
lalu. Aku pernah bilang, orang yang tidak menguasai bela diri dan tidak
memiliki kekuatan tidak ada cara lain untuk mereka bertahan. Kecuali, mereka
membiarkan tubuhnya babak belur, tapi setidaknya dia masih bisa mempertahankan
hidup.”
“Aku ingin kau menerapkan itu JongIn.”
.hening
Hwang selesai dengan penuturan panjang lebarnya. Duduk dimejanya
didepan kelas, dia merasakan keringat dingin dan getaran tubuhnya. Ya.. Hwang
merasakannya. Bukan tanpa alasan Hwang selalu menjadi sosok guru menakutkan dan
tidak pandang belas kasihan.
Dia hanya tidak ingin muridnya hanya menjadi boneka yang
teronggok tanpa pandangan hidup. Hanya mematuhi perintah orang tua, duduk
dikelas, tanpa tahu betapa kerasnya hidup, betapa mengerikannya kehidupan luar.
JongIn. Hwang tahu betul dengan sifat anak ini. Murid yang
ulahnya membuat teman – temannya muak. Anak lelaki yang selalu ceria saat
dikelas. Tapi saat dia menginjakan kaki tepat didepan blok rumahnya, dia hanya
anak lelaki kesepian yang butuh kehangatan dan rengkuhan hangat.
Hwang sadar, perlakukannya terkesan bar – bar. Tapi membiarkan
JongIn larut dalam sandiwaranya itu lebih mengerikan.
“Disini seongsaengnim…” satu suara memecah keheningan.
Seorang murid perempuan yang duduk disamping kanan JongIn
berbicara, yang mengalihkan semua perhatian padanya – Seo JuHyun.
“Itu tidak benar… tidak benar apa kata seonsaengnim tidak ada
satupun murid yang mau berteman dengan JongIn. Tidak benar bawa ulah JongIn
hanya untuk kekacauan, tidak benar bahwa JongIn akan kesepian..” Ucap Seohyun
ditengah jatuhnya butiran kristal dari matanya.
JongIn menatap seohyun, murid perempuan dengan rambut hitam
panjang, murid yang terkesan pendiam tapi selalu melakukan hal mengejutkan.
“Aku teman JongIn. Aku menyukainya, Aku sangat menyukainya
sebagai teman. Dia sering membantuku, menolongku saat aku terlambat dengan
bertingkah konyol didepanmu. Memabantuku membersihhkan ruangan kelas saat kau
menghukumku, dia selalu membantuku…” Seohyun menghentikan ucapannya.
“JongIn lama tidak akan kesepian, dia memiliki seorang teman
untuk berbagi sekarang.”
***
JongIn merebahkan tubuhnya diatap sekolah. Membiarkan matanya
menelanjangi langit sore yang berwarna kuning. Mengingat kejadian dikelas tadi
pagi, memang menyisakan sakit luar biasa dalam dirinya.
Saat dia harus kembali mengingat tentang ibunya yang sama sekali
tidak menginginkannya, tentang ayahnya yang hanya memberikan beban mental
padanya dan tentang dirinya yang sering menghabiskan waktu dalam duka saat
wajah tua kakeknya menyambut JongIn dirumah.
Dia mungkin benci pada dirinya yang sesungguhnya. Sosok anak
terlantar. Tapi apa yang dia lakukan selama ini pun memang salah. Menulis
skenario, seakan dia dari keluarga baik – baik saja, membangun image anak ceria
dan melalui waktu sekolah dengan tawa. Benar apa kata Hwang saem semua itu
melelahkan.
Jongin bangun dan mendudukan tubuhnya. Dia mengalihkan
pandangannya pada sosok perempuan disampingya yang tengah asik dengan buku
tebal.
“Gomawo JuHyun-ah .. untuk mau menjadi temanku.” Ucap JongIn
membuat JuHyun menatapnya dan tersenyum.
“anio.. aku yang harusnya berterimakasih, kau sudah sering
menolongku.” Jawab JuHyun.
“Aku fikir kau sangat membenciku, mengingat aku sering
mengerjaimu.”
“Aku memang membencimu. Lebih tepatnya aku benci JongIn dengan
topengnya, tapi aku menyukai JongIn yang terkunci disana.” Ucap JuHyun dengan
matanya yang mengarah pada dada JongIn.
“Kau mau berteman dengan yang mana, JongIn bertopeng atau JongIn
yang terjebak.” Tanya JongIn sambil menopang dagunya menatap JuHyun.
“Kau tahu definisi teman.” Tanya Juhyun yang dijawab gelengan
innocent JongIn.
“Teman yang baik, menerima teman apa adanya. Aku berteman
denganmu JongIn, baik itu JongIn bertopeng atau JongIn yang terjebak.”
JongIn tersenyum mendengar jawab JuHyun. Tanpa niatan jahil
sedikitpun, Jongin meraih tubuh JuHyun dan memeluknya.
“Gomawo…. Chingu…”
JuHyun tersenyum, dia memeluk balik JongIn.
“ne… Chingu…”
Sinar senja cantik yang menyapa sore itu, menjadi saksi ikrar
baru dari arti persahabatan. Persahabatan saling menguatkan yang membuatmu
hidup tanpa sandiwara.
Bukan Cuma senja yang menyaksikan JongIn dan JuHyun, tapi
sesosok wanita berseragam tersenyum menatap dua murid saling tertawa. Hwang
saem mengukir senyum manis diwajahnya yang tidak pernah dia tunjukan
sebelumnya. Dia tersenyum karena sekali lagi dia melakukan sesuatu yang benar.
END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar