.

Rabu, 14 Mei 2014

[FANFICTION] FRIEND


친구 – Friend’

Author : Pabo Namja
Cast : Kim JongIn, Seo JuHyun
Type : One Shoot
Genre : Friendship, School Life
Inspired from K-Drama ‘Queen of Classroom’

**

“Kim Jongin…” suara berat dari seorang wanita, memotong penjelasan panjang lebar murid bernama Kim JongIn.

“Ne… Seonsaengnim…” jawab JongIn ragu.

Wanita yang senantiasa memasang wajah dingin dan jarang tersenyum itu meletakan penggaris yang sedari tadi dia pegang, kembali keatas meja. Dengan pakaian yang mencitrakan pekerjaannya sebagai staf pengajar, dia melangkah menuju meja JongIn.

.tap .. tap.. tap..

Suara highheels yang menyentuh lantai putih itu mencuri perhatian seluruh penghuni kelas. 30 pasang mata dari murid ‘Anyang Junior High School’ kelas 7-C, melemparkan tatapan khawatir dan cemas secara bergantian, pada murid bernama Kim JongIn yang duduk di barisan paling belakang dan guru yang sangat disiplin ‘Hwang saem’.

“Byun BaekHyun, Do KyungSoo, Jung Sooyeon, Lee Sunkyu…” ucap Hwang saem saat dia sudah berada didepan meja JongIn. “Bukan Cuma tentang mereka rahasia yang aku ketahui.” Lanjutnya.

“Kalian yang berindentitas murid 7-C, aku selalu memantau apa yang kalian lakukan.” Hwang Saem meletakan tangannya di bahu JongIn memberikan isyarat pada muridnya untuk duduk.

“Aku selalu bilang pada kalian, jangan menjadi manusia yang hidup dibelakang topeng. Aku tahu, siapa diantara kalian yang hanya bermuka manis disini dan menuntutku dibelakang. Aku tahu betul.”

Hwang saem mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kelas. Sebisa mungkin seluruh murid menghindari matanya bertumbukan dengan iris hitam guru mereka.

“Jung SooYeon,,” Hwang saem membalikan badannya ke meja didepan JongIn. Meja milik murid perempuan yang terkenal karena cantik, orang kaya dan pintar itu – Jung SooYeon. SooYeon, merasa namanya disebut dia menatap gemetar guru dibelakangnya.

“Kau memang memiliki jiwa kepemimpinan..” ucap Hwang saem dengan senyum dingin diwajahnya. “Bukan Cuma warga kelas yang berhasil kau ketuai, tapi orang tua dari murid dikelaspun berhasil kau koordinir untuk menuntutku..”

SooYeon menundukan kepalanya, dia merasakan berjuta beban menimpa tengkuknya. Sama sekali tidak ada kekuatan untuk mengangkat kepalanya.

“Kemarin, ibu kalian datang menemuiku.” Lanjut Hwang Saem sambil berjalan mengitari kelas yang sepi. “Mereka menuntutku atas cara mengajarku yang keras, itukah yang kalian adukan? Tapi karena ibu kalian dan aku, sama – sama perempuan, mereka mengerti tentang cara didikku.”

“Semua ibu kalian datang, kecuali ibumu Kim JongIn.” Tangan mulus milik Hwang Saem kembali mendarat dipundak JongIn. Lelaki berkulit agak hitam itu sedikit terperanjat.

“Kemana ibumu?.”

“ah…” JongIn menggaruk canggung tengkuknya sambil melemparkan senyum kaku. “Aku tinggal dengan kakek Sonsaengnim.. Jadi ibuku tidak tahu.” Jawab JongIn dengan senyum yang seakan menyampaikan pesan ‘semua memang seperti itu’.

“Berarti hubungan kalian tidak bergitu dekat?. Sampai ibumu tidak peduli dengan anaknya dan guru barunya yang tidak wajar.”

“Bukan begitu sonsaengnim… ibuku berada diluar kota. Jadi aku tidak mungkin menyuruhnya untuk pulang hanya untuk berdemo.. Ibuku sangat perhatian, kami berdua sangat – sangat dekat..” JongIn terkekeh.

“Begitukah…” ucap Hwang Saem sambil kembali berjalan kedepan kelas.

“Semua rahasia kalian, aku tahu. Sekali lagi Aku tahu. Dan sekali lagi aku ingatkan jangan bangga dengan topeng kalian.”

Hwang menatap JongIn intens. Dia bisa merasakan keresahan mulai menyergapi perasaan muridnya itu.

“Kim JongIn, yang tinggal bersama Kakeknya.Kedua orang tuanya menikah diusia masih sangat muda. Ayahnya memiliki kebiasaan buruk minum – minuman keras yang mengantarnya pada dingin sel tahanan.”

Hwang menggantungkan kalimatnya, dia menatap JongIn yang masih menatapnya. JongIn yang terduduk merasakan sekujur tubuhnya menegang. Dia menatap wanita didepan kelas sedang membeberkan luka yang selama ini JongIn tutup. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi dia merasakan pandangannya sedikit mengabur.

“Ibumu.. dia meninggalkanmu begitu saja bersama kakekmu. Menikah dengan lelaki lain dan melupakan tentangmu.”

Hwang melangkah mendekati JongIn yang mulai menunduk dengan tangan bergetar karena dia mencengkram kuat seragamnya. Hwang merendahkan posisinya sehingga sejajar dengan JongIn yang terduduk, dia mengusap pelan air mata JongIn yang mulai berjatuhan.

“Kau tahu kalimat yang sering ibumu katakan saat dia mabuk?.”

“Dia sering berkata padamu ‘aku menyesal bertemu ayahmu, menyesal melahirkanmu yang menghancurkan masa mudaku, aku tidak pernah menginginkanmu’.”

Seluruh penghuni kelas menatap Hwang saem dengan pandangan marah. Ya.. setidaknya mereka masih peduli pada JongIn, murid lelaki yang selama ini sering mereka pandang sebelah mata karena tingkah dan kelakuannya.

“tidak apa – apa..” ucap Hwang saem sambil menenpuk pelan punggung JongIn yang mulai mengguncang.

“Aku sekarang tahu, kenapa kau sering bertingkah konyol, sering mengerjai temanmu, yang berujung tidak ada satupun anak kelas yang peduli padamu.”

“Benarkan.. tidak ada murid dikelas ini yang mau berteman dengannya?.” Tanya Hwang sambil menatap seluruh muridnya.

“Kau mencoba membunuh ‘JongIn’ anak yang ditelantarkan, anak yang kesepian anak yang menjadi korban bully sepupunya sendiri dan membangun ‘JongIn’ baru, anak yang selalu tertawa lebar, bertingkah konyol, mengerjai semua temanmu,anak bodoh. Kau berhasil JongIn…” ucap Hwang saem yang tangannya masih setia dipunggungg JongIn. Sekarang bukan Cuma badannya yang bergetar, suara isakannya pun mulai terdengar.

“Kau takut kesepian bukan? Kau takut sendirian?. JongIn baru tak ayalnya hanya seorang pengecut. Menutupi kenyataan yang ada dan mengumbar kepalsuan. Aku turut prihatin pada JongIn yang terkubur jauh didalam hatimu.”

“Sekarang apa yang akan kau lakukan? Terus menghidupkan JongIn baru atau membangunkan JongIn lama. Semua terasa percuma, semua orang tetap tidak menganggapmu.”

Rungan kelas yang biasanya riuh dengan suara tawa penghuninya, kini hanya tersisa ruangan yang terasa penuh dengan isakan. Bukan Cuma JongIn yang terisak. Bukan.

“Kalian masih ingat dengan video taekwondo beberapa hari yang lalu. Aku pernah bilang, orang yang tidak menguasai bela diri dan tidak memiliki kekuatan tidak ada cara lain untuk mereka bertahan. Kecuali, mereka membiarkan tubuhnya babak belur, tapi setidaknya dia masih bisa mempertahankan hidup.”

“Aku ingin kau menerapkan itu JongIn.”

.hening

Hwang selesai dengan penuturan panjang lebarnya. Duduk dimejanya didepan kelas, dia merasakan keringat dingin dan getaran tubuhnya. Ya.. Hwang merasakannya. Bukan tanpa alasan Hwang selalu menjadi sosok guru menakutkan dan tidak pandang belas kasihan.

Dia hanya tidak ingin muridnya hanya menjadi boneka yang teronggok tanpa pandangan hidup. Hanya mematuhi perintah orang tua, duduk dikelas, tanpa tahu betapa kerasnya hidup, betapa mengerikannya kehidupan luar.

JongIn. Hwang tahu betul dengan sifat anak ini. Murid yang ulahnya membuat teman – temannya muak. Anak lelaki yang selalu ceria saat dikelas. Tapi saat dia menginjakan kaki tepat didepan blok rumahnya, dia hanya anak lelaki kesepian yang butuh kehangatan dan rengkuhan hangat.

Hwang sadar, perlakukannya terkesan bar – bar. Tapi membiarkan JongIn larut dalam sandiwaranya itu lebih mengerikan.

“Disini seongsaengnim…” satu suara memecah keheningan.

Seorang murid perempuan yang duduk disamping kanan JongIn berbicara, yang mengalihkan semua perhatian padanya – Seo JuHyun.

“Itu tidak benar… tidak benar apa kata seonsaengnim tidak ada satupun murid yang mau berteman dengan JongIn. Tidak benar bawa ulah JongIn hanya untuk kekacauan, tidak benar bahwa JongIn akan kesepian..” Ucap Seohyun ditengah jatuhnya butiran kristal dari matanya.

JongIn menatap seohyun, murid perempuan dengan rambut hitam panjang, murid yang terkesan pendiam tapi selalu melakukan hal mengejutkan.

“Aku teman JongIn. Aku menyukainya, Aku sangat menyukainya sebagai teman. Dia sering membantuku, menolongku saat aku terlambat dengan bertingkah konyol didepanmu. Memabantuku membersihhkan ruangan kelas saat kau menghukumku, dia selalu membantuku…” Seohyun menghentikan ucapannya.

“JongIn lama tidak akan kesepian, dia memiliki seorang teman untuk berbagi sekarang.”

***

JongIn merebahkan tubuhnya diatap sekolah. Membiarkan matanya menelanjangi langit sore yang berwarna kuning. Mengingat kejadian dikelas tadi pagi, memang menyisakan sakit luar biasa dalam dirinya.

Saat dia harus kembali mengingat tentang ibunya yang sama sekali tidak menginginkannya, tentang ayahnya yang hanya memberikan beban mental padanya dan tentang dirinya yang sering menghabiskan waktu dalam duka saat wajah tua kakeknya menyambut JongIn dirumah.

Dia mungkin benci pada dirinya yang sesungguhnya. Sosok anak terlantar. Tapi apa yang dia lakukan selama ini pun memang salah. Menulis skenario, seakan dia dari keluarga baik – baik saja, membangun image anak ceria dan melalui waktu sekolah dengan tawa. Benar apa kata Hwang saem semua itu melelahkan.

Jongin bangun dan mendudukan tubuhnya. Dia mengalihkan pandangannya pada sosok perempuan disampingya yang tengah asik dengan buku tebal.

“Gomawo JuHyun-ah .. untuk mau menjadi temanku.” Ucap JongIn membuat JuHyun menatapnya dan tersenyum.

“anio.. aku yang harusnya berterimakasih, kau sudah sering menolongku.” Jawab JuHyun.

“Aku fikir kau sangat membenciku, mengingat aku sering mengerjaimu.”

“Aku memang membencimu. Lebih tepatnya aku benci JongIn dengan topengnya, tapi aku menyukai JongIn yang terkunci disana.” Ucap JuHyun dengan matanya yang mengarah pada dada JongIn.

“Kau mau berteman dengan yang mana, JongIn bertopeng atau JongIn yang terjebak.” Tanya JongIn sambil menopang dagunya menatap JuHyun.

“Kau tahu definisi teman.” Tanya Juhyun yang dijawab gelengan innocent JongIn.

“Teman yang baik, menerima teman apa adanya. Aku berteman denganmu JongIn, baik itu JongIn bertopeng atau JongIn yang terjebak.”

JongIn tersenyum mendengar jawab JuHyun. Tanpa niatan jahil sedikitpun, Jongin meraih tubuh JuHyun dan memeluknya.

“Gomawo…. Chingu…”

JuHyun tersenyum, dia memeluk balik JongIn.

“ne… Chingu…”

Sinar senja cantik yang menyapa sore itu, menjadi saksi ikrar baru dari arti persahabatan. Persahabatan saling menguatkan yang membuatmu hidup tanpa sandiwara.

Bukan Cuma senja yang menyaksikan JongIn dan JuHyun, tapi sesosok wanita berseragam tersenyum menatap dua murid saling tertawa. Hwang saem mengukir senyum manis diwajahnya yang tidak pernah dia tunjukan sebelumnya. Dia tersenyum karena sekali lagi dia melakukan sesuatu yang benar.


END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar